SURABAYA — Gadget bisa berdampak buruk bagi generasi muda Indonesia. Tak hanya dari konten yang ditonton, namun juga ada dua faktor lain yang berdampak buruk dalam penggunaan gadget yakni posisi dan durasi.
Itulah yang melatarbelakangi Prof.Dr.dr. Ridha Dharmajaya Sp BS (K) menginisiasi dan mengampanyekan Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI). Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini melakukan roadshow ke 15 kota di Indonesia, terbaru mengunjungi SMP Al Mujahidin Surabaya, pada Rabu (1/11/2023).
“Dengan posisi yang salah dan durasi yang berlebih, akan mengakibatkan banyak generasi muda mengalami saraf kejepit pada bagian leher. Gejalanya ini sering kesemutan pada tangan dan kaki, kepala pusing, pundak berat, leher sakit, dan bangun tidur tidak segar. Gejala ini dahulunya sering dialami orang tua usia 60 tahun ke atas. Tapi sekarang kondisi ini sudah mulai dirasakan generasi muda dari tingkat SMA, SMP bahkan anak SD,” ujar Ridha Dharmajaya.
Sebagai dokter ahli bedah saraf, dia mengaku banyak menemukan fenomena itu sejak pandemi Covid-19.
“Kita merasa khawatir generasi muda kita ke depan akan terancam akibat penggunaan gadget yang tidak tepat tadi. Apalagi jika gejala awal yang tadi disebutkan dibiarkan saja tanpa dicegah bahkan terus berlangsung untuk waktu yang lama maka akan berdampak terhadap kematian saraf,” ujar Spesialis Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jika kondisi itu menimpa generasi muda, maka yang terjadi adalah kelumpuhan. Jika saraf sudah mati maka yang terjadi adalah kelumpuhan pada tangan dan kaki, buang air kecil dan besar tidak terasa atau loss dan seksual bagi lelaki hilang. Tidak ada lagi obat yang bisa menyembuhkan dan tak ada operasi yang bisa mengembalikan.
Padahal menurutnya, Indonesia saat ini mengalami situasi bonus demografi di mana usia produktifnya jauh lebih besar dari usia non-produktif. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik dan membiarkan perilaku penggunaan gadget yang salah terus menerus, maka bonus demografi yang dinantikan justru akan menjadi bencana demografi dengan melahirkan generasi cacat.
“Tentu saja cita-cita bangsa ini melahirkan generasi emas menuju 2045 akan sia-sia. Sayamengajak para murid SMP Al Mujahidin menggunakan gadget sesuai fungsi dan kebutuhan. Jadikan gadget sebagai senjata tebar kebaikan. Sampaikanlah informasi yang penting dan positif sehingga keinginan kita melahirkan generasi berkualitas yakni generasi sehat, pintar dan bermoralitas baik bisa diraih dan kunci generasi emas menuju 2045 bisa terwujud,” harap pria kelahiran tahun 1973 ini.
Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI) hadir di Indonesia dan diawali dari Medan sebagai kota kelahiran dan tempat tinggalnya.