Jakarta – Guna meninimalisir terjadinya kebakaran yang besar pada mobil, pemerintah menetapkan aturan baru agar semua mobil yang dijual dalam kondisi baru sudah dilengkapi APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebakaran mobil saat digunakan, diantaranya kesalahan modifikasi pada sistem kelistrikan, atau sektor dapur pacu. Hingga cacat produksi dari kendaraan tersebut.
APAR yang digunakan pabrikan, harus mengantongi sertifikasi SNI. Berisikan dry chemical powder agar dapat menutup permukaan yang terbakar api dengan cepat.
Kandungan di dalam APAR tidak menimbulkan dampak terhadap sistem kelistrikan, dan area sekitar ketika digunakan untuk memadamkan api, sehingga aman untuk kendaraan.
Ada berbagai macam kebakaran yang dapat diatasi APAR, yaitu benda padat non logam seperti kertas, kain, plastik, dan kayu, kemudian cairan, gas, maupun uap yang mudah terbakar pada benda kelistrikan.
Aturan yang mewajibkan mobil memiliki APAR tersebut sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.972/AJ.502/DRJD/2020, tentang fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor.
Sejak diberlakukan pada 18 Januari 2021, sejumlah produsen kendaraan mulai menyematkan APAR, namun sayangnya tidak semuanya sesuai standarisasi, karena sebagian besar memiliki tekanan yang tidak sesuai.
Hal itu diungkap saat Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) menggelar seminar bersama Plt Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Kementerian Perhubungan Joko Kusnantoro.
Selain itu hadir juga Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Achmad Wildan, dan Chief Commercial Officer PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (Vector) Ludiatmo.
Melalui aturan yang ada, APAR di mobil memiliki masa kadaluarsa 8 tahun, dan tidak memerlukan perawatan khusus, karena tidak bertekanan.
Namun, menurut Investigator Senior KNKT Achmad Wildan, peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021 tidak menjelaskan bahwa APAR untuk kendaraan itu bertekanan, atau tidak.
Melalui SNI, tabung alat pemadam api itu harus diperiksa, atau diganti setelah 5 tahun, serta isi tabungnya harus diganti setiap 1 tahun, dan diperiksa setiap 6 bulan. Artinya APAR bertekanan tidak memenuhi standar.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, mengeluarkan surat susulan pada 7 November 2022 untuk melengkapi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021.
Menurutnya dalan aturan itu intinya menekankan bahwa APAR kendaraan umum tidak bertekanan.
“Akan tetapi, hIngga kini masih ada kendaraan bermotor yang menggunakan APAR bertekanan. Padahal membawa APAR bertekanan di dalam mobil itu berbahaya, terutama jika tidak secara berkala diperiksa,” ujar Ahmad Wildan dikutip dari keterangannya.