Jakarta – ASEAN Taxonomy Board (ATB) terbitkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi kedua (ATSF v2). ASEAN Taksonomi versi kedua ini menjadi panduan dalam mengklasifikasi kegiatan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pembiayaan hijau.
Diterbitkannya ASEAN Taksonomi versi kedua ini, disambut baik oleh Institute for Essential Services Reform (IESR). Terbitnya taksonomi hijau edisi kedua sebagai langkah strategis untuk menarik investasi global ke ASEAN dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
Salah satu hal yang baru dan pertama kalinya dipertimbangkan dalam ASEAN Taksonomi versi kedua ini adalah pengakhiran operasional PLTU batubara secara bertahap sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk mencapai target Persetujuan Paris.
Masuknya penghentian operasional PLTU ini diharapkan dapat memfasilitasi ragamnya pemahaman negara anggota ASEAN terhadap transisi energi yang berkeadilan. ATSF v2 ini juga menyertakan kriteria penyaringan teknis (Technical Screening Criteria, TSC) terhadap pembiayaan transisi energi, termasuk pengakhiran operasional PLTU batubara, ke dalam kategori Hijau dan Kuning.
TSC merupakan kriteria kuantitatif atau kualitatif yang menjadi dasar penilaian klasifikasi apakah suatu aktivitas termasuk dalam kegiatan Green (Hijau, berkontribusi sangat penting terhadap tujuan lingkungan), Amber (Kuning, belum memenuhi kriteria untuk Hijau, namun menunjukkan langkah progresif untuk mencapai pembangunan ASEAN yang berkelanjutan) atau Red (Merah, tidak sesuai dengan tujuan lingkungan).
Disampaikan oleh Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksekutif IESR, pihaknya menyambut baik diterbitkannya ATSF V2 ini. Masuknya pendanaan untuk pengakhiran PLTU secara dini, merupakan indikasi bahwa pemerintah di kawasan ini mendukung pencapaian net-zero emission pada pertengahan abad ini.
“Lebih dari separuh listrik di ASEAN berasal dari PLTU batubara. Sedangkan untuk mencapai target Persetujuan Paris, seluruh PLTU harus dipensiunkan pada 2040. Fakta bahwa lebih dari 50% PLTU yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara berusia kurang dari 10 tahun memiliki konsekuensi bahwa pengakhiran dini PLTU membutuhkan sumber pembiayaan yang cukup besar, yang dikombinasi dengan pembiayaan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan untuk memastikan keamanan pasokan energi di kawasan yang ekonominya tumbuh pesat. Dalam konteks ini ATSF v.2 dapat mengakselerasi pengakhiran operasi PLTU di ASEAN melalui pendanaan hijau,” ungkapnya.
IESR menilai implementasi taksonomi ASEAN ini perlu dioptimalkan seiring keketuaan Indonesia di ASEAN 2023. Indonesia dapat memperkuat kerja sama di antara negara-negara ASEAN dalam mengatasi tantangan transisi energi, di antaranya rendahnya investasi di sektor energi terbarukan dan pengakhiran operasional PLTU batubara.